Rabu, 30 November 2011

Mencari hal yang baru atau memperbaiki yang sudah ada?

Dua pertanyaan ini menggangu saya belakangan hari ini. Hal baru vs Yang sudah ada. Setiap memilih salah satu jawaban diatas, akan terasa dilema.

Mencari hal yang baru bukanlah sesuatu yang bodoh, bahkan lebih terlihat visioner. Hal ini menunjukan ketidakpuasan kita yang disalurkan dengan usaha yang lebih giat. Tapi, ketidakpuasan ini juga bisa jadi bumerang. Ketidakpuasan yang tidak berujung akan mendorong kita menjadi seseorang yang tidak bersyukur. Hal ini bertentangan dengan jika kita lebih memilih sesuatu yang sudah ada dan memperbaikinya agar lebih baik. Dalam opsi ini kita dituntut untuk lebih bersyukur dengan sesuatu yang kita miliki.

Dari sudut pandang saya, dua hal tersebut adalah pasangan yang cocok. Dilihat dari sisi sosial, sesuatu yang sudah ada tidak akan bertahan jika hidup sendiri. Bagaimana cara membuatnya lebih baik jika hanya sendiri. Hal baru juga tidak akan efektif jika tidak memiliki dasar. Hal tersebut akan terlihat seperti mengumpulkan emas dan berlian kedalam kantong yang berlubang.

Saya rasa dua hal yang bersinggungan itu sebenarnya berdiri sejajar. Mereka dapat menciptakan sesuatu yang baru, baik, dan sesuai. Layaknya sikat gigi, yang kini memiliki teman baru berupa pasta gigi, penyegar mulut, pembersih lidah, dan hal-hal yang baru lainnya. Mereka menghasilkan sinergi menjadikan fungsi sikat gigi menjadi lebih maksimal. Menghasilkan lebih baik dengan hal baru juga dengan tetap bersyukur akan hal yang sudah ada.

hahaha, maaf jika analogi yang saya pilih agak sedikit aneh. Kita semua boleh menganalogikannya dengan apapun yang kita mau.

Minggu, 27 November 2011

Thought

I just realize that i am a loner. Poor loner.
My heart is too much of peace, too long of emptiness.

Selasa, 22 November 2011

Refleksi

Menang, kalah, buruk, baik, cepat, lambat, semua yang disebutkan diatas hanya penilaian dari 5 indera yang kita punya. Nilai, hanya sebuah turunan dari persepsi yang didukung oleh keyakinan. Nilai tidak selalu benar. Nilai juga tidak selalu salah. Bentuk ilusi yang terasa visual. Itulah nilai.

Gw lebih suka menilai diri sendiri daripada menilai orang lain, kenapa? karena cuma kita yang punya daftar negatif dan positif diri kita. Untuk sadar akan hal tersebut memang bukan perkara mudah, tapi seenggaknya lebih enak jika menjadikan diri sendiri sebagai bahan percobaan dibandingkan orang lain yang menjadi objeknya.

Ini nyata, kita selalu menyerap nilai dari apa yang orang lain miliki. Kita capai apa yang orang lain capai. Kita berharap apa yang orang lain harapkan. Kita seperti bayangan dari khayalan dan orang lain. Padahal, Kita bisa membuat nilai itu nyata untuk diri sendiri. Nyata untuk impian kita. Nyata untuk bisa kita rasakan.

Bukan hal bodoh jika kita mengikuti orang lain, menginginkan keinginannya, mengikuti gayanya, mencari apa yang dia cari. Hanya terasa ironis karena kita seharusnya bisa jadi diri sendiri.

Minggu, 06 November 2011

Bukan sejarah, bukan juga masa depan. Hanya lentera jiwa yang ingin bebas.

Waktu selalu dipandang relatif. Bilangan yang samar dimata manusia. Sepanjang jarum panjang bergerak, sependek pikiran berilusi. Setepat apapun waktunya, masih ada yang terlewatkan. Tumpukan kenyataan dan peristiwa yang menjadi kenangan, dianggap harta karun tak tergali. Sekali kenangan itu berakhir, tidak ada satupun yang dapat menggantinya. Proses kelahiran, tumbuh dan berkembang, belajar dan mencoba memahami hidup, berpikir, lalu mati. Kejadian tak tergantikan yang tersimpan entah sampai kapan.

Bukan cepatnya, atau lambatnya. Bukan besar atau kecilnya. Tapi tepat atau jujurkah kita pada diri kita dalam menggunakan waktu. Seiring dengan jalannya hidup, maka disitulah permainan berlangsung. Disaat kita sudah ada didalamnya, hanya perlu pilihan untuk menyelesaikannya atau mengganti permainannya. Dalam hal ini, bukan waktu yang menentukannya. Dalam hal ini, hati dan pikiranlah yang berperan besar.

Tidak ada yang sulit dan juga mudah. Dunia ini begitu ambigu hingga imajinasilah sebagai realitanya. Dosa dan pahala bisa bertukar dalam imajinasi. Hal itu juga berlaku pada kenyataan. Selama dunia ini masih ambigu dan akan terus ambigu hingga akhirnya, biarlah hati dan jiwa ini menentukan pilihannya. Bukan lagi waktu, pikiran, dan realita sebagai penghadangnya. Biarkan jiwa ini sedikit merasakan kebebasan sebelum direnggut paksa oleh kematian abadi.

Ikhlas

Tidak ada yang bersalah

Tidak perlu merasa bersalah

Tidak butuh menyesal

Dari semua tumpukan penyesalan

Hanya perlu keikhlasan

Karena hidup adalah pilihan

Rabu, 02 November 2011

Selasa, 01 November 2011

Jadilah diri sendiri

Berhentilah jadi orang lain.

Berhentilah memusuhi mimpi.

Berhentilah untuk malu.

Berhentilah untuk tidak percaya.

Pikiran, hati, jiwa.

Jangan gunakan hanya salah satu dari itu.

Seperti orang yg memakai pakaian yg tidak lengkap.

Seperti menggosok gigi tanpa berkumur.

seperti bintang tanpa gelapnya malam.